Spanyol dan Italia. Kedua tim sudah bertanding di penyisihan Grup C
dengan hasil imbang 1-1. Kedua tim telah melakoni adegan demi adegan di
panggung Piala Eropa 2012 hingga ke pengujung kisah: final. Tim
”Azzurri” akan habis-habisan menyauk mahkota yang lepas dari genggaman
sejak merebutnya pertama kali pada tahun 1968. ”Matador” pun akan
ngotot mempertahankannya.
Apakah babak final Piala Eropa 2012
akan menjadi pengulangan ”kencan” Italia dan Spanyol di penyisihan Grup
C? Pasti tidak. Tidak pernah ada pengulangan di dalam setiap
perjumpaan. Seorang koki yang setiap hari memasak spageti saus pesto,
misalnya, biasanya tidak akan menghasilkan olahan yang persis sama,
baik takaran bumbunya, cara menuang, maupun suasana hati sang koki.
Media
massa di Polandia merayakan bertemunya kedua tim besar ini di final,
dan menyebut Italia sebagai ”Italia yang jaya”. ”Warsawa beruntung.
Laga terakhir (di Polandia) adalah laga terbaik dari semua laga di
turnamen ini. Italia, yang sangat berubah karena Pelatih Cesare
Prandelli, sekali lagi menyuguhkan sepak bola yang megah,” tulis koran
Rzeczpospolita yang terbit Jumat (29/6).
Harian Polska The Times
menulis, ”Bahkan sebelum final, kami dapat mengatakan, Piala Eropa 2012
sangat sukses”. Semua orang segera ingin menonton final antara kedua
tim dengan tradisi sepak bola yang kuat itu.
Sulit untuk
menjagokan satu dari dua finalis ini. Italia mencatat rekor lebih baik
dari Spanyol di turnamen utama internasional sejak pertemuan pertama
mereka pada 1934. Di ajang Piala Dunia, Italia mengalahkan Spanyol 1-0
di perempat final Piala Dunia 1934 dan perempat final Piala Dunia 1994
di Amerika Serikat, 2-1. Di hajatan Piala Eropa 1988, Italia menekuk
Spanyol 1-0 di penyisihan grup. Empat perjumpaan lainnya berakhir
imbang, termasuk di penyisihan Piala Eropa 2012. Artinya, ”La Furia
Roja” belum pernah sekali pun menang melawan ”Azzuri”.
Predikat Del Bosque
Jika
Spanyol mampu menggaet kembali titel Piala Eropa di Kiev, Minggu besok,
Pelatih Vicente del Bosque akan menorehkan sejarah baru sebagai
satu-satunya pelatih yang mampu memenangi Piala Eropa, Piala Dunia, dan
Liga Champions, dan berturut-turut pula.
Predikat ini sangat
berarti bagi pelatih berusia 61 tahun ini. Bukan semata karena gengsi,
tetapi juga prestasi. Piala Eropa 2008 ditangani Luis Aragones, itulah
mengapa Del Bosque menginginkan gelar ini. Ia akan menjadi pelatih yang
berhasil memimpin klub dan tim nasional dan menyejajarkan diri dengan
eks pelatih Jerman, Helmut Schoen, yang memenangkan timnya di Piala
Eropa 1972 dan Piala Dunia 1974.
Del Bosque mendekati rekor yang
luar biasa itu, menggenapi karier gemilangnya saat membawa Real Madrid
menjuarai La Liga dua kali sekaligus juara Liga Champions tahun 2000
dan 2002. Del Bosque adalah kualitas. Terbukti sejak ia dipecat tahun
2003, Real Madrid bertahun-tahun gagal menjuarai La Liga, meski
berganti-ganti manajer, hingga Fabio Capello masuk tahun 2007.
Maka,
Del Bosque memiliki banyak alasan yang memotivasinya untuk memenangi
final besok. Ia akan melebihi Schoen, yang belum pernah membawa klubnya
menang di liga di negaranya. Ia akan melebihi eks pelatih Italia,
Marcello Lippi, yang belum pernah memenangkan timnya di Piala Eropa.
Setelah
babak kualifikasi, Del Bosque makin percaya diri pada timnya. Menang di
semua laga kualifikasi adalah pembuktian solidnya Spanyol saat ini.
”Saya merasa tersanjung bisa melatih generasi yang brilian seperti
ini,” katanya kepada majalah World Soccer.
Del Bosque tidak
berlebihan. Ia memiliki banyak pilihan nama di pasukannya. Di barisan
striker ada David Silva, Fernando Llorente, David Villa, dan Fernando
Torres. Bahkan Torres pun hanya sebentar diturunkan. Di jajaran
gelandang, Andres Iniesta adalah pemimpin yang sangat pinter
mentransfer ilmu. Ia menjadi semacam mediator antara pelatih dan para
pemain. Cesc Fabregas, Sergio Busquets, Jesus Navas, Xabi, Xabi
Alonso... Wah...
Berbahaya
Betapa pun
sempurna skuad Spanyol, dengan nama-nama pemain berteknik individu
mumpuni, lawan kali ini adalah Italia. Tim ini berbahaya. Tim asuhan
Cesare Prandelli ini terseok-seok di Grup C, tapi bertahap membaik.
Jerman yang belum terkalahkan sejak babak kualifikasi pun dilibas.
Gelandang
dan motor tim Italia, Andrea Pirlo, memandang Spanyol sebagai tim
tangguh yang sulit ditaklukkan. Namun ia yakin, rasa percaya diri
timnya akan menyembulkan semangat untuk menang. ”Tim kami fantastis.
Kami memang dengan luar biasa melawan tim yang hebat. Kami sangat
berharap bisa konsisten seperti ini dan menang di Kiev,” ujar Pirlo,
yang menjadi ”man of the match”.
Pirlo menjadi ancaman untuk
Spanyol, dan itu diakui Del Bosque. Kebanyakan gelandang sudah merosot
tajam di usia 33 tahun, namun Pirlo masih menggebrak. Fisiknya prima.
Ia mengawal Juventus menjadi tim yang tidak terkalahkan di Serie A.
”Saya
selalu memberikan yang terbaik. Sekarang, kami masuk final dan kami
akan menikmati permainan ini sampai puas. Saya belum mau merayakan apa
pun setelah menang (atas Jerman), karena kami belum melakukan apa pun
(untuk menang). Kami ingin pulang ke rumah dengan membawa trofi,” kata
Pirlo.
Prandelli menegaskan, ia dan timnya masih menjaga
mimpinya, untuk mengangkat trofi di final nanti. ”Minggu kami akan
memiliki spirit yang sama untuk berjuang dan berlari, seperti yang kami
lakukan saat melawan Inggris (di perempat final),” tuturnya.
Pemain
belakang Italia, Giorgio Chiellini, mengatakan, setelah menang di
semifinal, ia akan mulai berpikir lagi, yakni mewujudkan mimpi, Minggu
besok. Sementara bagi Mario Balotelli, ia merasa sudah siap untuk
pertandingan final.
Balotelli ”cuek” dengan penggambaran dirinya
seperti King Kong di koran olahraga Gazzetta dello Sport. Ia dengan
mantap mengatakan, ”Di final nanti semoga kita lebih baik. Saya tidak
akan mencetak empat gol, bukan dua lagi,” ujarnya. (SUSI IVVATY)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar